Persimpangan Tatanan Hukum Akibat Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN JKT PST

Penulis: Samsuto Cht. Ch

Jakarta—Res Judicata Pro Veritate Habetur (putusan hakim harus dianggap benar) adalah Adagium Hukum yang selama ini menjadi pegangan bagi para pemerhati hukum. Tapi melihat Putusan Nomer 757/Pdt.G/2022/PN JKT.Pst, membuat kondisi tatanan hukum di Indonesia berada dalam Persimpangan.

Partai Prima yang merupakan calon peserta pemilu di 2024 telah melakukan gugatan karena gugatannya ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Sementara Partai Prima berpendapat bahwa gugatannya di pengadilan Negeri Jakarta Pusat bukanlah sengketa pemilu, melainkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap proses administrasi dan verifikasi faktual.

Bagaimana posisi persimpangan tatanan hukum yang membuat banyak orang merasa ada ketidakwajaran dalam putusan ini?

1.Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra menyebut bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang salah satunya memerintahkan penundaan pemilu 2024 baru berlaku secara serta Merta jika disetujui oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

2.Menurut Mahfud MD, putusan PN pusat diluar Yuridiksi, sama dengan Peradilan Militer memutus kasus perceraian.

3.Menurut Hamdan Zoelva Pengadilan Negeri tidak Punya kewenangan untuk memutuskan sengketa pemilu.

Kembali kepada putusannya Pengadilan Negeri pusat yang dalam pertimbangannya bisa kita dicermati:

1.Dalam putusan Nomer 757/Pdt.G/2022/PN JKT PST halaman 104, Menimbang bahwa oleh karena fakta-fakta hukum telah membuktikan telah terjadi sebuah kondisi error pada sistem informasi partai politik dalam kurung sipol disebabkan karena faktor kualitas alat yang digunakan dan atau faktor di luar alat atau pelaksanaan itu sendiri sehingga membuat penggugat mengalami kesulitan dalam menyampaikan perbaikan data peserta partai politik. Sesuai dengan Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman: Peradilan dilakukan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila. Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara yang diatur dengan undang-undang.

2.Dalam putusan Nomer 757/Pdt.G/2022/PN JKT PST halaman 106, Menimbang bahwa dengan demikian menurut majlis para penggugat sudah dapat membuktikan seluruh dalil-dalil gugatannya, sedangkan tergugat tidak dapat mempertahankan dalil-dalil bantahannya, maka gugatan pembukaan dapat dikabulkan seluruhnya. Sesuai dengan asas “actori incumbit probatio, actori onus probandi”, atau terjemah bebasnya; “siapa yang mendalilkan, dia harus membuktikan”.

3.Dalam putusan Nomer 757/Pdt.G/2022/PN JKT PST halaman 105, Menimbang selanjutnya petitum nomer 6, tentang tindak lanjut daripada diterbitkannya putusan penyelesaian dari Bawaslu RI nomer 002/PS REG/BAWASLU/X/2022 tertanggal 4 November a quo dan karena sifat dari pelaksanaan putusan ini sangat mendesak yang apabila berlarut-larut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum yang bisa menimbulkan kerugian yang lebih besar. Sesuai dengan azas Good Governance Prinsip ini merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and services. Jika dilihat dari segi functional aspect, good governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan atau sebaliknya. Lex Specialis Derogat Leg Generalis Pengertian dari asas ini yaitu peraturan perundang-undangan yang bersifat lebih khusus menyampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih umum.(www.kompasiana.com)